Posts Tagged ‘Istighfar’

Banyak Bertobat dan Istighfar

November 26, 2007

“Pengajian Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rani”

Diantara akhlak mereka adalah banyak bertaubat dan istighfar siang malam karena merasa belum lepas dari dosa dalam perbuatan-perbuatan tertentu, bahkan sekalipun dalam amal-amal ketaatan mereka, lalu beristighfar dan atas kekurangan mereka dalam kekhusu’an dan rasa bersama Allah Ta’ala. Yang demikian itu dimiliki kaum salaf, berbeda dengan banyak orang yang menganut ajaran sufi di zaman ini. Sehingga saya pernah mendengar sebagian mereka mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai dosa.

Dengan alasan bahwa Allahlah yang menjadi pelaku hakiki atas perbuatan manusia, bukan manusia itu sendiri, maka saya katakan kepada mereka bahwa mereka diwajibkan beristighfar dan taubat karena mereka menghancurkan semua pilar syari’ah dan menggugurkan ketentuan-ketentuannya. Demi Allah, seandainya saya mempunyai kewenangan tentu orang seperti ini saya penggal lehernya. Sebab para Nabi dan Rasul meyakini bahwa Allah memang pencipta perbuatan manusia akan tetapi mereka beristighfar dan menangisi amal perbuatan mereka.

Rasullah (SAW) sendiri pernah bersabda: “Maukah kalian aku beritahukan tentang penyakit dan obat kalian? Sesungguhnya penyakit kalian adalah dosa-dosa dan obat kalian adalah istighfar.”

Amirul Mukminin Ali ra. berkata: “Yang mengherankan adalah pada orang yang putus asa padahal ia membawa keselamatan.” Jika ditanya apa keselamatan itu? Ia menjawab: “Keselamatan itu adalah banyak istighfar.”

Fadhil bin Iyadh berkata: “Istighfar kepada Allah ta’ala tanpa suatu pencegahan diri dari perbuatan dosa adalah taubat orang yang berdusta.”
Yahya bin Muadz bermunajat kepada Allah swt. dengan mengucapkan: “Ilahi, sesungguhnya iblis bagi Engkau adalah musuh, bagi kami juga musuh dan kami tidak membuatnya marah dengan sesuatu yang lebih kuat dari pada pemberian maaf Engkau kepada kami. Maka berilah kami maaf dengan rahmat kasih-Mu wahai Allah swt. Yang Maha pengasih”.

Abu Abdullah Al-Anthaki berkata: “Meninggalkan suatu maksiat meskipun kecil lebih diharapkan mendatangkan rahmat dari pada seribu haji seribu peperangan dan seribu budak yang dimerdekakan oleh seorang hamba semata karena Allah swt..” Dalam satu niwayat lain dikatakan bahwa meningalkan satu perbuatan dusta atau mengingkari suatu janji atau melihat sesuatu yang tidak halal dilihat lebih memungkinkan mendapat rahmat dan maghfirah dari pada banyak amal sunnah tetapi disertai perbuatan dusta, atau mengingkari janji atau melihat yang haram dilihat.”

Rabiah al-Adawiyah berkata: “Istighfar kami membutuhkan istighfar.” Yakni karena tidak adanya ketulusan di dalamnya.

Khalid bin Mu’dan berkata: “orang-orang yang bertaubat melewati jahanam, tetapi mereka tidak melihatnya. Mereka kemudian mengatakan: ‘Wahai Tuhanku tidakkah Engkau menjanjikan kami akan melewati neraka? mereka kemudian diberitahu bahwa sebenarnya mereka telah melewatinya akan tetapi neraka itu menjadi beku karena mereka adalah orang – orang yang bertaubat dan neraka itu memanas hanya untuk orang-orang yang banyak dosanya dan terus menerus melakukannya.” Para ulama ahli sunnah sependapat mengenai keabsahan taubat manusia dari membunuh, mengambil harta tanpa hak, minum-minuman keras dan semua perbuatan maksiat.

Masruq pernah ditanya: “Apakah pembunuh orang-orang mukmin taubatnya akan diterima? Ia menjawab: “Tidak ada pintu yang ditutup setelah Allah swt. membukanya.”
Abul Jauza’ berkata: “Sesungguhnya seorang hamba benar-benar melakukan dosa dan terus menyesalinya hingga masuk surga. Lalu iblis berkata: “Betapa menyesal, aku tidak menjerumuskanya tenggelam dalam dosa-dosa.”
Amirul Mukminin Ali ra. berkata: “Orang pilihan diantara kalian adalah orang berdosa yang bertaubat,” kemudian membaca Firman Allah swt.: “Sesungguhnya Allah swt. menyukai orang-orang yang bertaubat”. (al Baqarah: 222)